SIFAT JASMANIAH RASULULLAH

Kita telah mengenal Rasulullah sebagaimana digambarkan Allah Swt. dalam ayat Al-Quran. Kini, kita akan mengenal sebagian sifat beliau melalui hadis-hadis yang dilaporkan oleh para sahabat Nabi yang sezaman.

Rasulullah Bernasab Mulia

Dalam Thabagat Ibn Sa’ad, juz 1, bagian 1, dengan sanad dari Ja’far bin Muhammad dari Muhammad bin Ali bin Husain dari Nabi, disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Aku tidak lahir kecuali dari keluarga yang didasari dengan pernikahan. Aku tidak keluar dari moyangku sampai Adam melalui orang-orang yang tidak menikah. Aku tidak dikenal dengan hal-hal yang tidak bermoral dari zaman jahiliah sedikit pun. Dan aku tidak keluar kecuali dari sulbi orang yang suci.”

Sebagian ulama memperkuat hadis ini dan merujuk ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa Rasulullah berpindah di antara orang-orang yang sujud: dan melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud (QS Al-Syu’ara’ [26]: 219). Jadi, benih Rasulullah itu berasal dari orang-orang yang banyak sujud kepada orang yang banyak sujud sampai kepada Rasulullah. Berdasarkan ini, ayah Rasulullah, kakek Rasulullah, kakeknya kakek Rasulullah, semuanya adalah orang-orang Islam. Sebab, seperti ditegaskan dalam Al-Quran, Rasulullah berpindah dari orang yang sujud yang satu kepada orang yang sujud yang lain.

Mungkin yang menjadi keberatan kita ialah bukankah Abdul Muththalib dan Hasyim hidup sebelum Rasulullah membawa ajaran agama Islam. Sebenarnya, dalam konsep Al-Quran, yang disebut Islam bukan saja agama yang dibawa oleh Rasulullah, melainkan juga agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ya’qub a.s. Para nabi itu membawa Islam. Di dalam Al-Quran, Ibrahim disebutkan berdoa begini: “Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamáti lillahi rabbil ‘alamin. La syarika lahu wa bidzálika umirtu wa ana awwal al-Muslimin” (QS Al-An’am (6): 162163). Jadi, Ibrahim juga adalah Muslim; begitu pula kakek-kakek Rasulullah sampai kepada Abdullah, dan sampai kepada ibunya, Aminah binti Wahab.

Memang ada riwayat yang mengatakan bahwa ibu dan ayah Rasulullah itu kafir. Begitu juga, ada riwayat yang menyebutkan bahwa Abu Thalib juga kafir.

Saya lebih senang menerima ayat Al-Quran tersebut di atas ketimbang hadis yang seperti di atas. Lagi pula, di dalam ilmu musthalah hadits yang saya pegang, disebutkan bahwa apabila ada hadis bertentangan satu sama lain, kita harus mengambil hadis yang paling sesuai dengan Al-Quran. Jadi, ada dua macam hadis: hadis yang menyatakan bahwa orangtua Rasulullah itu kafir, dan hadis yang menyatakan bahwa orangtua Rasulullah itu Mukmin.

Di dalam Shahih Turmudzi 2: 269 disebutkan, Al-Abbas datang kepada Rasulullah. Saat itu, Nabi yang berdiri di atas mimbar kemudian bertanya, “Siapa aku ini?” Sahabat berkata, “Engkau adalah utusan Allah.” Rasulullah bersabda, “Aku adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, dan Allah menempatkan aku pada makhluk-Nya yang paling baik. Allah kemudian membagi kelompok makhluk itu ke dalam dua kelompok yang baik dan yang buruk. Dan aku ditemparkan pada kelompok yang paling baik.”

Mengapa Rasulullah menegaskan tentang kesucian keluarganya? Supaya nanti, pada hari kiamat, orang tidak berhujah, tidak mencari alasan untuk menolak Nabi dengan berkata, “Mana bisa saya menerimanya, karena dia berasal dari keturunan yang rendah.”

Rasulullah juga dijadikan oleh Allah dengan wajah yang tampan. Tidak ada penyakit yang menjadikan orang lari darinya, supaya tidak dijadikan alasan juga oleh manusia, pada hari kiamat nanti, kalau mereka menolak Rasulullah dengan mengajukan alasan: “Bagaimana saya bisa menerima Nabi. Mau mendekatnya saja berat.” Maksudnya, susah mendekat kepada Nabi kalau beliau ada penyakit.

Ketika menjelaskan tafsir ayat penyucian Nabi, Jalaluddin Al-Suyuti, dalam tafsir Al-Durr Al-Mantsúr, mengeluarkan hadis dari Hakim AlTurmuzi, Al-Thabrani, Ibn Mardawayh, Ibn Nu’aim, Al-Baihaqi dalam Al-Dala il-nya dari Ibn ‘Abbas: “Sesungguhnya Allah membagi makhluk menjadi dua bagian, dan Allah menjadikan aku pada bagian yang paling baik. Ketika Allah berfirman, ‘Wa ashhab al-yamin .. wa ashhab alsyimál, maka aku termasuk ashhab al-yamin, dan akulah yang terbaik dari ashhab al-yamin.

“Kemudian, Allah menjadikan kedua bagian itu menjadi tiga bagian, dan aku termasuk orang yang terdahulu yang paling baik. Kemudian Allah menjadikan yang tiga itu kabilahkabilah, dan aku termasuk dari kabilah yang paling baik. Itulah yang dimaksud oleh Allah: Dan Kami jadikan kamu golongangolongan supaya kamu saling mengenal dan sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling takwa (QS Al-Hujurat [49]: 13). Dan tidaklah aku mengucapkan ini dengan maksud menyombongkan diri.

“Kemudian, Allah menjadikan, dari kabilah-kabilah itu, keluarga-keluarga, dan aku ditempatkan Allah dalam keluarga yang paling baik Itulah yang dimaksud Allah: Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan segala dosa dari kamu, hai keluarga Nabi, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya (QS Al-Ahzab (33): 33). Dan aku beserta keluargaku termasuk orang-orang yang disucikan dari segala dosa.”

Jadi, berdasarkan riwayat ini, Rasulullah dan keluarganya dibersihkan dari dosa sesuci-sucinya.

Dalam sebuah seminar, salah seorang pembicara berkata, “Kita juga menghormati keluarga Nabi, tetapi kita tidak mengultus-individukannya.” Waktu itu saya ingin bertanya, sebenarnya apa yang mereka maksud “kultus individu itu. Apa bedanya mengultuskan dengan menghormati.

Saya pernah bertanya kepada sebagian orang. “Apa sih, yang dimaksud dengan kultus individu itu?” Jawabnya, “Menganggap bahwa Rasulullah atau keluarganya suci, terpelihara dari dosa, padahal dengan demikian berarti menganggap bahwa mereka itu sebagai Tuhan karena hanya Tuhanlah yang Mahasuci: manusia itu tidak ada yang suci.”

Bahkan, ada orang yang berkata kepada saya, “Menyebut mereka itu orang-orang suci, berarti mirip orang Kristen. Mereka menyebut tokohtokoh mereka sebagai orang suci, dengan menggunakan istilah Santo untuk laki-laki atau Santa untuk perempuan.” Kata orang itu, itu kebiasaan orang Kristen untuk menyebut orang-orang suci. Orang itu berasal dari lingkungan yang suka bershalawat. Kepadanya, saya berkata, “Pernahkah Bapak mendengar ada shalawat yang berbunyi:

“Allahumma shalli ‘alá núril anwar

wa sirrilasrar

wa tiryuq al-aghyar

wa miftahi babil yasir

sayyidina Muhammadinil mukhtar

wa alihil ath-hår”

Wa alihil ath-hár artinya “dan keluarganya yang suci”. “Saya baru tahu bahwa shalawat yang dilazimkan di kalangan Bapak itu ternyata berasal dari orang Kristen.” Beliau tidak memberikan jawaban; dan kata ath-här tidak bisa diubah dengan yang lain karena akan mengubah keindahan shalawat itu.

Walhasil, sejak dahulu, ada tradisi menyebut keluarga Nabi sebagai keluarga yang suci. Sebenarnya, bahwa keluarga Rasulullah itu suci bukan hanya panggilan dari kaum Muslim, melainkan juga dari Al-Quran, Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan segala dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya (QS Al-Ahzab (33): 33). Nabi menjelaskan apa yang dimaksud dengan “rijsun”. Sebagian ada yang mengartikannya bukan menghilangkan “dosa”, melainkan “najis”, sebagaimana dalam ayat, Sesungguhnya, khamar dan judi itu adalah najis (rijsun) dari perbuatan setan (QS Al-Ma’idah (5): 90). Menurut saya, dalam ayat terakhir itu malah lebih tepat kalau rijsun diartikan dosa. JRwa mā taufīqī illā billāh, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb

Allâhumma shalli ‘alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ’atahum

***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *