
Rombongan Bani Tamim menghadap Rasulullah saw.. Mereka memohon kepada Nabi untuk menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi memutuskan siapa, Abu Bakar berkata, “Angkatlah Al Qa’qa bin Ma’bad sebagai amir.” Kata Umar, “Tidak, angkatlah Al-Aqra’ bin Habis.” Kata Abu Bakar, “Kamu hanya ingin membantah aku saja.” “Aku tidak bermaksud membantahmu,” kata Umar. Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras.
Waktu itu turunlah ayat:
يايُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا نُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. Janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti kamu mengeraskan suara kamu ketika bercakap dengan sesama kamu. Nanti hapuslah amal- amal kamu sedangkan kamu tidak menyadarinya (QS. Al-Hujurat [49]: 1-2).
Setelah mendengarkan teguran itu, Abu Bakar berkata, “Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara saudara yang membisikkan denganmu kecuali seperti seorang rahasia.” Umar juga berbicara kepada Nabi dengan suara yang lembut. Mereka merasakan betul bahwa ayat Al-Quran itu berkenaan dengan mereka.
Tsabit bin Qais mendengar ayat itu. Ia pulang ke rumahnya dengan sedih. Ia menutup pintu rumah dan tidak henti-hentinya menangis. Beberapa hari Rasul yang mulia kehilangan dia. Beliau bertanya, “Apa yang terjadi pada Tsabit?” Orang-orang berkata, “Ya Rasul Allah, kami tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ia mengunci pintu rumahnya dan terus-menerus menangis.”
Nabi saw. memanggil Tsabit dan meminta penjelasan. “Ya Rasul Allah,” kata Tsabit, “Telah turun padamu ayat ini: Janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. Aku mempunyai suara yang sangat keras. Aku khawatir ini akan menghapus amal-amalku.” Nabi saw. berkata, “Anda tidak termasuk ke dalam ayat ini. Anda akan hidup dalam kebaikan dan akan mati dalam kebaikan juga.”
Ketika turun ayat
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri (QS. Luqman [31]: 18)
ia datang lagi dan menghadap Rasul sambil menangis. Ia berkata, “Ya Rasul Allah, telah turun kepadamu ayat ini. Demi Allah, aku senang yang bagus-bagus. Aku suka memimpin kaumku. Aku khawatir termasuk yang disebut dalam ayat ini.” Sekali lagi Nabi berkata, menghiburnya, “Tidak, kamu tidak termasuk ke dalamnya. Bal ta isyu hamidan wa tuqtalu syahidan. Bahkan kamu akan hidup mulia dan akan terbunuh dalam keadaan syahid.”
Beberapa tahun setelah Nabi wafat, Tsabit ikut serta dalam Perang Yamamah. Seperti yang dinubuatkan Nabi sebelumnya, ia gugur sebagai seorang syahid. Setelah syahid, ia masih menunjukkan keramatnya. Ia datang dalam mimpi salah seorang sahabatnya. Kepadanya, ia berwasiat agar mengambil perisainya yang diambil seseorang dan agar ia membayarkan utang-utangnya. Para perawi hadis berkata, “Tidak diketahui apakah ada orang Islam yang berwasiat setelah meninggal selain Tsabit bin Qais.” (Tafsir Al-Durr al-Manstsur 7:546-550).”
Tsabit mencapai derajat yang mulia karena sering mengukur dirinya dengan ayat-ayat Al-Quran. Ia merasa ayat-ayat Al-Quran itu turun tentang dirinya. Oleh karena itu, hidup dan matinya diwarnai oleh Al-Quran. Konon, Iqbal kecil sering membaca Al-Quran setelah shalat subuh. Pada suatu hari ayahnya memberi nasihat, “Bacalah Al-Quran seakan-akan ia diturunkan untukmu.” “Setelah itu,” kata Dr Muhammad Iqbal, filosof besar Muslim itu, “Al-Quran terasa berbicara langsung kepadaku!” JR—wa mā taufīqī illā billāh, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb.
Allâhumma shalli ‘alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ’atahum.
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).