
Ketika kelompok Muslim yang masih kecil ditindas, Rasulullah saw. menyuruh mereka hijrah ke Habsyi. Beliau bersabda, “Di negeri Habsyi ada seorang raja. Ia tidak pernah menindas siapa pun. Berangkatlah ke negerinya. Semoga Allah memberikan keleluasaan dan jalan keluar dari kesulitan kalian.
Satu rombongan Muslim, di bawah pimpinan Ja’far bin Abithalib, kemudian beremigrasi ke Habsyi. Penguasa Makkah marah, kemudian mengirim Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah untuk menghubungi Raja Najasyi dan orang-orang pentingnya. Ia harus mendesak negeri Habsyi untuk mengekstradisikan kaum Muslim. Mereka membagi-bagikan hadiah kepada para pembesar, dan hadiah khusus bagi Raja Najasyi.
Mereka berhasil menghadap raja. Setelah mempersembahkan hadiah berharga berupa kerajinan kulit, para diplomat itu berkata, “Wahai baginda, telah datang ke negeri Tuan para pemuda kami, orang-orang rendahan. Mereka meninggalkan agama kaumnya, tetapi tidak juga memasuki agama Tuan. Bersama kami sekarang ada keluarga mereka, orang tua, dan paman-paman mereka. Semua menginginkan agar Tuan mengembalikan mereka kepada kami.”
Raja murka, “Demi Allah. Aku tidak akan mengembalikan mereka kepadamu sebelum aku berbicara kepada mereka. Aku ingin menanyakan keadaan mereka. Mereka itu kaum yang berlindung di negeriku dan tidak memilih negeri yang lain. Jika mereka seperti yang kamu laporkan, aku akan segera menyerahkan mereka kepadamu; jika tidak, aku akan melindungi mereka.”
Rombongan Ja’far dipanggil. Ketika masuk, mereka mengucapkan salam dan tidak bersujud di depan Raja. Di samping Raja, berdirilah para uskup yang memegang kitab suci mereka. Raja bertanya apakah mereka Yahudi, Kristen, atau pengikut agama kaumnya. Untuk semua pertanyaan itu, Ja’far menjawab tidak. Ia menegaskan bahwa agamanya Islam. Raja berkata: “Jelaskan agamamu, yang menyebabkan kamu berpisah dengan kaummu dan tidak masuk agamaku atau agama siapa pun di antara agama-agama yang ada.”
Ja’far berkata: “Baginda, dahulu kami kaum jahiliyah. Kami menyembah berhala, makan bangkai, melakukan kemaksiatan, memutuskan persaudaraan, berbuat jelek kepada tetangga. Yang kuat di antara kami akan makan yang lemah, begitulah keadaan kami, hingga Allah membangkitkan seorang rasul di antara kami. Kami kenal nasabnya, kejujurannya, kesuciannya, dan amanahnya. Ia mengajak kami menyembah Allah yang Mahaesa, meninggalkan batu dan berhala yang disembah orangtua-orangtua kami.
Ia memerintahkan kami untuk berkata benar, memenuhi amanah, menyambung kekeluargaan, berbuat baik kepada tetangga, meninggalkan maksiat, pembunuhan, makan harta anak yatim, dan menuduh-zina perempuan yang bersih. Ia memerintahkan kami untuk beribadat kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat.
Kami percayai dia, kami imani dia, kami ikuti apa yang diajarkannya, kami menyembah Allah, dan tidak musyrik kepada-Nya. Kami haramkan apa yang diharamkan Allah dan kami halalkan apa yang dihalalkan-Nya. Lalu datanglah kaum kami. Mereka menganiaya kami. Mereka memfitnah kami karena agama kami; supaya kami menyembah berhala dan mening- galkan penyembahan kepada Allah; supaya kami melakukan lagi kejelekan yang pernah kami halalkan sebelumnya.
Ketika mereka berhasil menguasai kami, menzalimi kami, menganiaya kami, dan menghalangi kami dari agama kami, kami datang berlindung kepada Tuan. Kami pilih perlindungan Tuan. Baginda, kami berharap dalam lindungan Tuan, kami tidak akan dizalimi.
“Adakah padamu sesuatu dari apa yang didatangkan oleh Allah kepadanya?” tanya Raja. Ja’far membaca surat Maryam [19]: Kaf Ha Ya ‘Ain Shad.
كهيعص
ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظمُ مِني وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْئًا وَ لَمْ أَكُنْ يُدُ عَابِكَ رَبِّ شَقِئًا
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَاءِيْ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنكَ وَلِيًّا
يرثني وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رضيا
la terus membaca penuturan Al-Quran berkenaan dengan Zakaria, Maryam dan Isa. Mendengar betapa indahnya Al-Quran mengisahkan Bunda Maria dan Yesus, Najasyi menangis sehingga janggutnya basah dengan air mata. Para uskup juga menangis sehingga mushaf yang terhampar di depan mereka juga basah oleh air mata. Kata Najasyi, “Inilah yang pernah dibawa oleh Musa a.s. Semuanya berasal dari pelita yang sama. Pergilah, hai Amr dan Abdullah. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian. Bawalah kembali hadiah kamu itu. Aku tidak pernah menerima suap.” (Hayat al-Shahabah 1:350-362).
Maka, tinggallah di bumi Kristen sebagian kaum Muslim generasi awal. Mereka beroleh perlindungan dari Raja Kristen yang saleh. Sekiranya kaum Nasrani membaca Surat Maryam dan kaum Muslim berperilaku seperti Ja’far, alangkah banyaknya air mata yang tumpah. Air mata yang indah, yang jatuh karena kecintaan di antara para pemeluk agama besar. JR—wa mā taufīqī illā billāh, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb.
Allâhumma shalli ‘alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ’atahum.
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).