Berkenaan dengan surat Al-Qadr, mufasir Jalaluddin Al-Suyuthi meriwayatkan satu peristiwa pada zaman Umar. Umar memanggil sahabat-sahabat Rasulullah saw termasuk Ibn ‘Abbas, sahabat termuda. Ia mengajak mereka memperbincangkan pada malam ke berapa di bulan Ramadhan terjadi malam Qadar itu.
Sebagaian sahabat menyebut malam ke-21, sebagian lagi menyebut malam ke-23, yang lain mengatakan malam ke-25. Ibn ‘Abbas tidak ikut berbicara. “Mengapa engkau diam saja?” tanya Umar kepadanya. “Bukankah anda menyuruh saya diam sebelum yang lain selesai berbicara?” kata Ibn ‘Abbas. Umar berkata,” Aku mengundangmu untuk berbicara!”
Mulailah Ibn ‘Abbas berbicara,” Sesungguhnya Allah ganjil dan mencintai yang ganjil. Ia menciptakan tujuh langit, menjadikan bilangan hari tujuh, menetapkan thawaf di Baitullah tujuh kali, sa’i antara Shafa dan Marwah tujuh kali, melempar jumrah tujuh kali, menciptakan manusia melalui tujuh tahap, dan memberikan rezekinya dari tujuh macam.”
“Bagaimana Allah menciptakan manusia melalui tujuh tahap dan menjadikan rezekinya dari tujuh macam? Anda sudah memahami apa yang tidak aku pahami,” tanya Umar lagi. “Allah menyebutkan tujuh tahap penciptaan manusia dalam Surat Al-Mu’minun [23]:12-14.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ ۚ
ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ ۖ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَۗ
Allah menyebutkan tujuh macam rezeki manusia pada Surat ‘Abbasa [80]: 27-31.
فَاَنۡۢبَتۡنَا فِيۡهَا حَبًّا
وَّ عِنَبًا وَّقَضۡبًا
وَّزَيۡتُوۡنًا وَّنَخۡلًا
وَحَدَآٮِٕقَ غُلۡبًا
وَّفَاكِهَةً وَّاَبًّا
Pada ayat itu,”rumput-rumputan” adalah tumbuhan bumi untuk ternak, sedangkan yang tujuh sebelumnya untuk manusia. Aku berpendapat, wallahu a’lam, malam Qadar itu terjadi pada malam ke-23, karena sisa bulan Ramadhan tinggal tujuh hari lagi.” Umar setuju dengan pendapat Ibn ‘Abbas (Al-Durr al-Mantsur 8:577-578).
Riwayat ini menunjukkan bahwa sudah sejak dahulu terjadi ikhtilaf mengenai Malam Qadar. Malam Qadar merupakan rahasia Tuhan. Kanjeng Nabi Muhammad saw mengatakan,” Kejarlah malam Qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan!”. Menurut Al-Fakhr al-Razi, salah satu sebab mengapa malam ini dirahasiakan adalah besarnya kasih sayang Allah kepada manusia. Sekiranya malam Qadar ini diberitahukan, boleh jadi orang melakukan maksiat pada malam itu, dan melakukan maksiat sambil mengetahui keagungan malam itu sangat besar dosanya.
Kanjeng Nabi Muhammad saw pernah masuk ke Masjid dan melihat ada orang tidur di dalamnya. Beliau menyuruh Sayyidina Ali membangunkannya dan menyuruh berwudhu,” Ya Rasulullah, bukankah engkau paling dahulu melakukan kebaikan. Mengapa tidak engkau bangunkan sendiri?” Beliau menjawab,”Karena aku takut ia membantahku.” Kalau begitu besarnya kasih sayang Rasulullah saw, apa lagi kasih sayang Allah. Allah tidak ingin umatnya melakukan maksiat pada malam itu, yang nilainya sama dengan maksiat seribu malam.
Walaupun terjadi ikhtilaf tentang malam Qadar, semua sepakat, seperti yang disebutkan kitab suci al-Qur’an, pada malam ini turun para malaikat. Mereka turun ke bumi setelah memohon izin kepada Allah Ta’ala. Mereka mendatangi orang-orang yang yang menghabiskan malam ini dalam ibadah dan amal shaleh. Mereka mengucapkan salam kepada orang-orang yang mentaati Allah, sambil menaburkan do’a dan berkat.
Malaikat yang turun pun bukan sembarangan malaikat. Mereka mempunyai posisi yang sangat tinggi di sisi Allah. Masih menurut Al-Fakhr Al-Razi, mereka sangat merindukan turun ke bumi. Mereka melihat bahwa penduduk bumi melakukan beberapa ketaatan yang tidak dilakukan oleh penghuni langit. Pertama, hanya di bumi orang-orang kaya memberikan makanan kepada kaum fukara (fakir miskin). Kedua, hanya di bumi para malaikat mendengar rintihan ahli maksiat yang menyadari dosa-dosanya. Allah Ta’ala berfirman (dalam hadis qudsi): “Rintihan pendosa lebih Kucintai daripada gemuruh suara tasbih.”
Para malaikat berkata,” Marilah kita turun ke bumi. Marilah kita dengarkan rintahan para pendosa, yang lebih dicintai Tuhan kita daripada suara tasbih. Bagaimana tidak dicintai Tuhan. Gemuruh tasbih adalah pernyataan puncak dari ketaatan manusia. Sedangkan rintihan pendosa adalah pernyataan ampunan (ghafariyyah) Allah, Tuhan yang memelihara langit dan bumi.”(Tafsir Al-Fakhr Al-Razi 32:28-35).
Pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, sambutlah para malaikat dengan dua ketaatan yang tidak dilakukan oleh penghni langit: menggembirakan fakir-miskin dan merintih memohon ampunan Allah Ta’ala. JR—wa mā taufīqī illā billāh, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb.
Allâhumma shalli ‘alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ’atahum.
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).