Lahirnya Rahwana

Alkisah, seorang raja yang sudah sepuh mengundurkan diri. Ia memilih untuk menjadi pandito dan menyerahkan kekuasaan kepada putranya. Sayang sekali, Rajaputra belum mempunyai permaisuri. Sebagai pandito yang bijaksana, Raja Sepuh ingin mempersiapkan suksesi sebaik mungkin. Termasuk di dalamnya adalah mempersiapkan the first lady.

Terdengar kabar bahwa Prabu Somali di Alengkadirja mempunyai putri yang cerdas dan jelita: Dewi Sukaesih. Ia hanya ingin disunting oleh pria yang bisa mengajarkan kepadanya Sastrajendra Rahayuningrat, sebuah ilmu yang dapat mendatangkan kesejahteraan di alam semesta. Di seluruh jagat pewayangan, tak ada yang punya ilmu tersebut selain Sang Raja Sepuh.

Ia datang sendiri ke Alengka, melamar Dewi Sukaesih untuk putranya. Kontrak ditandatangani kedua belah pihak. Raja Begawan akan mengajarkan ajian luhur kepada putri di sebuah taman asri di istana. Karena ilmu itu sangat khusus, tak boleh ada yang mempelajarinya selain putri. Di tengah taman dibangun tempat les privat yang hanya boleh diisi guru dan murid. Pelajaran diberikan dalam bentuk paket yang berlangsung selama beberapa bulan.

Rencana Raja Begawan untuk mengajarkan ajian itu menggoncangkan Swargamaniloka. Para dewa cemas. Soalnya, ilmu itu bakal diwarisi oleh seorang dewi, yang sekalipun cantik, berasal dari keturunan Raksasa. Sidang para dewa memutuskan, pengajaran ilmu itu harus dicegah. Batara Guru turun masuk ke dalam tubuh Sang Begawan. Istrinya masuk ke dalam raga Dewi Sukaesih. Maka berubahlah hubungan guru dan murid menjadi hubungan di antara dua kekasih yang asyik-maksyuk.

Ilmu itu gagal disampaikan, karena Dewi Sukaesih hamil. Ia melahirkan anak-anak—kecuali yang terakhir—yang mempunyai wajah menakutkan. Anak tertua diberi nama Rahwana (dalam teks asli disebut Rawana). Ia lahir dengan sepuluh muka, sehingga juga diberi nama Dasamuka. Yang kedua, laki-laki dengan telinga yang panjangnya sama dengan talang air, sehingga diberi nama Kumbakarna. Yang ketiga, perempuan dengan kuku yang panjang seperti ular, karena itu diberi nama Sarpakanaka. Yang terakhir, laki-laki dengan wajah yang tampan. Ia dinamai Wibisana.

Anda tahu akhir kisah ini. Para putra Sang Begawan menjadi penyebab kehancuran dunia. Untunglah Wisnu, Dewa Pemelihara Dunia, menitis kepada Rama di Ayodya. Lalu, mengapa Sang Begawan gagal? Ia sudah bermaksud baik. Ia telah mengundurkan diri dari kerajaan. Ia telah mempersiapkan pengganti dengan kualifikasi yang baik minus permaisuri. Untuk memperoleh permaisuri, ia meninggalkan padepokannya dan bersedia mengajarkan ilmu yang dapat membawa kesejahteraan dan kedamaian. Maksud baik itu tidak terwujud. Dari semua rencana itu lahir sumber kerusakan.

Alengka dikuasai oleh penguasa yang berwajah banyak bila marah. Saudaranya mempunyai telinga panjang, tetapi telinga itu hanya digunakan untuk selimut yang menyamankan tidurnya. Pekerjaannya hanya makan dan minum, sambil menutup lubang telinganya dari suara-suara luar. Saudaranya yang lain punya kemampuan mengubah wujudnya demi kepentingan saudara tuanya. Ia bisa menampilkan dirinya sebagai pendeta yang bijak pada satu kali dan tampak sebagai kancil emas pada kali yang lain. Sarpakanaka adalah ahli membentuk opini dan mencipta citra. Kebijaksanaan Wibisana sering kalah suara dibanding kakak-kakaknya. Wibisana hanyalah cendekiawan yang punya kebijaksanaan, tetapi tidak berwenang membuat kebijakan.

Masuk Rama dan Sinta. Rama memobilisasi kekuatan para monyet, yang tinggal di rimba dan tak pernah diperhitungkan dalam kehidupan raja-raja. Hanoman, putra Dewa Angin, menimbulkan kerusuhan di ibu kota. Monyet-monyet lainnya membangun jembatan, yang menghubungkan dua daratan. Ketika negara dalam keadaan kritis dan kekuatan monyet sudah menguasai kota, Wibisana memihak Rama. Perang berakhir dengan kemenangan Rama dan kera-kera yang dipimpinnya.

Kita setuju bahwa Rama di pihak yang benar. Yang masih mengganggu pikiran kita, mengapa orang-orang yang bermaksud baik dan punya rencana agung malah melahirkan Rahwana, lambang kepongahan kekuasaan? Mengapa Sang Begawan jatuh cinta pada Dewi Sukaesih? Kita terkejut begitu kita sadar bahwa maksud baik itu digagalkan oleh keputusan para dewa. Walhasil, apa pun yang kita rencanakan di dunia yang kecil ini tak berdaya apa-apa berhadapan dengan kepentingan para dewa di dunia yang lebih besar. Kalau begitu, yang harus kita lakukan ialah menguasai para dewa. Apa bisa? Bisa saja. Dalam kisah Ki Dalang, kita sering menemukan tokoh-tokoh yang meransek sorga dan menggoncangkan kemapanan dewa. Tetapi itu dalam cerita wayang di Jawa.

Ramayana, epik besar dari Walmiki, memang dimodifikasi oleh para dalang kita, disesuaikan dengan latar belakang budaya kita. Interpretasi kita terhadapnya belum tentu sama dengan interpretasi orang Hindu. Menarik untuk menutup tulisan ini dengan catatan The World Book Encyclopedia: “Kisah Ramayana menggambarkan hal-hal ideal dari perilaku manusia. Rama itu raja ideal. Ia meletakkan kewajibannya kepada rakyat kerajaannya di atas kewajiban kepada keluarganya. Sinta adalah istri ideal. Apa pun bahaya yang ia hadapi, ia selalu setia kepada suaminya. Laksamana adalah saudara ideal. Ia mendukung kakaknya tanpa keraguan, walaupun merugikan dirinya. Hanoman adalah pengikut yang setia. Ia setia kepada Rama dalam suka dan duka. Kisah ini juga mengajarkan pentingnya kewajiban dan kepatuhan. Jika Laksamana patuh kepada Rama dan tinggal bersama Sinta di hutan, ia tidak akan ditangkap. Jika Sinta patuh kepada Laksamana dan tinggal di rumah, ia akan selamat. Kejahatan, dalam bentuk Rahwana, tidak akan dapat menguasai orang yang berpegang teguh pada kewajiban, setia, dan taat.”  JR wa mā taufīqī illā billāh, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb.

Allâhumma shalli ‘alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ’atahum

***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *