Misteri Umur Manusia

Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan syahidnya Sayyid Baqir Hakim. Saya mendapat kehormatan sempat berjumpa dengan beliau dalam sebuah konferensi di Teheran. Malah, beliau menghadiahi saya sebuah buku yang ditulisnya sendiri. Buku itu beliau tandatangani sendiri. Sebetulnya saya senang memelihara peninggalan-peninggalan dari orang-orang saleh, tetapi karena kecerobohan saya, buku itu hilang entah ke mana. Padahal dalam tulisan tangan seseorang, ada bagian dari dirinya. Begitu pula tulisan tangan Sayyid Baqir Hakim, tentu penuh berkah. Dahulu saya juga pernah berjumpa dengan seorang ulama besar yang juga masih kerabat Al-Hakim di London. Saya diberi sejumlah buku untuk anak. Begitu saya pulang ke Indonesia, saya mendengar dari surat kabar bahwa ulama yang memberi saya buku itu ditembak di Sudan. Dia syahid. Buku itu juga ̶ sayangnya ̶ tidak saya pelihara.

Jadi sebetulnya di dalam tulisan seseorang syahid, ada bagian dari dirinya yang berada berserta kita. Ini agak misterius, karena dalam peninggalan-peninggalan orang saleh di sana masih saja mengalir berkahnya. Sekiranya Anda membeli buku saya, Psikologi Agama, dan saya tanda tangani, di situ ada bagian dari diri saya. Pemikiran yang ada dalam buku itu jelas bagian besar dari ruh saya dan tanda tangan itu bagian dari dari tubuh saya.

Berbicara tentang kesyahidan atau kematian dan juga berhubungan dengan kelahiran atau milad, saya akan membicarakan masalah umur manusia. Saya akan mulai dengan kata “umur” di dalam Al-Quran.

Allah Swt. pernah bersumpah dengan umur Rasulullah Saw. Di dalam Al-Quran, seperti kita ketahui, Allah Swt. seringkali bersumpah dengan ciptaan-Nya yang menakjubkan. Allah bersumpah dengan matahari, bintang, bulan, malam, dan sebagainya. Misalnya pada ayat, “Wa syamsi wa dhuhaha wal qamari idza talâha,” Demi matahari, demi waktu dhuha-nya, demi bulan ketika mengikutinya, (QS. Asyyams [91]: 1-2). Allah bersumpah dengan bintang yang mengintip di malam hari, Allah bersumpah dengan langit, dengan bintang gemintang yang menyelinap pada malam hari, (QS. At-Thâriq [86]: 1-3).

Mengapa Allah Bersumpah dengan Alam?

Mengapa bintang, matahari, dan bulan dijadikan sumpah? Karena makhluk-makhluk ciptaan Allah itu termasuk hal-hal yang menakjubkan, yang bisa membawa kita menuju dunia ruhaniah yang akan mendekatkan kita kepada Allah Swt.

Kalau Anda membaca buku Psikologi Agama (tanpa bermaksud mengiklankannya), pada bagian yang kedua, kita berbicara tentang hubungan neurologis antara otak dengan pengalaman ruhaniah. Sekarang para ilmuwan telah menemukan bahwa pada salah satu bagian otak kita, ada satu daerah yang kalau kita periksa melalui alat pemeriksa otak, bagian tertentu itu misalnya diukur ketika seseorang sedang shalat dengan sangat khusyuk ̶ berkedip-kedip. Begitu pula ketika kita merasa bersatu dengan alam semesta. Jadi, dalam keadaan khusyuk atau dalam keadaan tenang yang luar biasa, ada bagian otak kita yang berkedip-kedip seperti tampak dalam alat scanning otak.

Ada seorang peneliti otak berada di sebuah kapal pesiar pada malam hari, dan menyaksikan bintang dan gelombang di lautan. Lalu angin yang bertiup di tengah samudera menerpa mukanya. Ia kemudian merasakan ketenangan yang luar biasa. Sepertinya, ia dibawa ke hadapan kebesaran Allah Swt. Sejak itulah ia tertarik untuk meneliti hubungan antara neurologi dengan kepercayaan kepada Tuhan. Ada buku yang sangat bagus terbitan tahun 2003, judulnya Neurotheology, ditulis Andrew Newberg yang membahas hubungan antara saraf otak kita dengan kepercayaan kepada Allah Swt. Karena itu, di dalam Al-Quran, Allah sering bersumpah dengan makhluk-makhluk yang menakjubkan yang membawa kita dekat kepada-Nya.

Di antara salah satu sunnah tahajud ̶ yang jarang kita lakukan ̶ adalah setelah selesai menunaikannya, kita dianjurkan untuk keluar menyaksikan langit. Termasuk sunnah tahajud juga ialah melakukannya di atas rumah yang menghadap langsung ke langit. Itu sebetulnya termasuk hal yang dianjurkan dalam shalat malam. Di atas rumah yang terus menghadap ke langit, setelah melakukan shalat malam, kita memandang benda-benda langit kemudian mengucapkan: “rabbanâ må khalaqta hâdza bathilan subhanaka faqinâ ‘adzâbannâr,” (QS. Ali Imran [3]: 191). Seperti itulah sunnah shalat tahajud yang diajarkan langsung oleh Al-Quran.

Kalau setelah shalat malam kita berdiri menghadap langit, memandang kerlap kerlip bintang, kita akan dibawa lebih dekat kepada Allah Swt. Kita mengaktifkan God spot dalam otak kita. God Spot itu, kata d’Aquili, salah seorang ahli neurologi, sebenarnya tidak menunjukkan bahwa Tuhan ada di situ, tetapi bahwa Allah menganugerahkan kepada kita kemampuan untuk merasakan kehadian Allah Swt. di dalam otak kita. Sebagaimana Allah memberi kita mata untuk melihat alam semesta ini; Allah memberikan kepada kita hidung untuk mencium wangi-wangian; kita juga diberi Allah salah satu bagian dari otak kita untuk berhubungan dengan dan untuk merasakan kehadiran Allah Swt. Itu yang sekarang ditemukan oleh para ilmuwan. Itu bukan berarti ilusi atau salah lihat karena gangguan otak.

Kalau misalnya para ilmuwan tiba-tiba menemukan dalam diri manusia itu ada organ yang namanya mata. Yang dengan mata itu manusia bisa melihat benda-benda, tentu, ilmuwan lain tidak boleh mengatakan bahwa itu khayalan saja. Seperti itu juga kalau sekarang orang menemukan God spot di dalam otak dan penemuan itu membawanya pada keimanan kepada Allah Swt., kita dapat mengatakan bahwa itu salah satu di antara argumentasi tentang eksistensi Dzat Yang Mahatinggi.

Newberg, d’Aquili, dan Rause menyimpulkan penelitian otak tentang God spot dengan berkata, “Tidak ada sedikit pun keraguan bahwa keadan transenden yang menjadi asal mula agama dapat dibuktikan secara neurologis. Ilmu tentang otak dapat meramalkan peristiwa pengalaman transendensi itu. Penelitian kami yang menggunakan kamera SPECT (single photon emission computed tomography) dan lain-lain telah berhasil menangkap peristiwa itu dalam film,” (Why God Won’t Go Away).

Saya pernah berdebat dengan seorang Indonesia yang sudah lama tinggal di Australia dan ia tidak percaya kepada Tuhan, mungkin karena ia sudah modern. Lalu ia berdebat dengan saya. Saya tanya mengapa ia tidak percaya kepada Tuhan? Ia menjawab, “Karena saya tidak bisa melihatnya. Saya tidak bisa menciumnya.”

Hal ini mengingatkan saya kepada para mahasiswa Marxis di universitas-universitas di Jerman. Mereka sering berteriak-teriak di kampus itu dengan berkata, “Wir kampfen zusammen gegen die Kapitalismus.”

Kalau kita tanya, “Apakah Anda percaya kepada Tuhan?” Mereka menjawabnya, “Aku hanya percaya apa yang aku lihat.” Ich glaube was ich sehe.

Terhadap orang seperti itu, kita hanya bisa berkata, “Pernahkah Anda menyaksikan menara kembar di New York yang ditabrak pesawat pada tanggal 11 September?” Mungkin dia akan menjawab, “Saya lihat di televisi.”

Kemudian kita bisa katakan, “Yang di televisi itu kan sebetulnya bukan menara kembar yang Anda lihat, itu hanya gambarannya saja.”

Dia mungkin akan mengatakan, “Tapi saya sudah mendengar bahwa banyak orang yang sudah melihat menara kembar itu.”

Kita pun bisa mengatakan, “Banyak lagi orang yang sudah melihat Tuhan sepanjang sejarah, bahkan lebih banyak dari orang yang sudah melihat menara kembar di New York. Ada milyaran orang di dunia yang percaya bahwa Tuhan itu ada dan mereka merasakan kehadirannya.” Biasanya, argumentasi semacam ini akan mematahkan kesombongan dia tentang ateismenya.

Tetapi belakangan, dengan penelitian-penelitian neurologis, kita mengetahui bahwa di dalam otak kita ada satu bagian, secara lebih teknis, ada neural pathways yang dapat membawa kita mengalami pengalaman-pengalaman ruhaniah. Jalur-jalur saraf tersebut harus senantiasa kita aktifkan. Salah satu cara untuk mengaktifkannya adalah dengan melihat dan menafakuri ciptaan Allah yang menakjubkan di alam semesta ini.

Di antara ciptaan Allah yang menakjubkan, yang dijadikan Allah dalam sumpahnya adalah usia Rasulullah Saw. Dalam Surah Al Hijr ayat 72, Allah Swt. berfirman, “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan),”

Mengapa Usia Rasulullah Saw. Menakjubkan?

Pertama, usia Rasulullah Saw. adalah usia yang pendek, hanya 63 tahun. Akan tetapi, dalam usia yang singkat tersebut beliau dapat mengubah dan mengguncangkan dunia. Sepeninggal Nabi Saw., umat Islam, dalam kurun waktu yang tidak lebih dariusia beliau mampu menaklukkan lebih dari setengah dunia. Napoleon Bonaparte berkata, “Luar biasa umat Muhammad ini, dalam waktu setengah abad mereka mampu menaklukkan setengah dunia.” Itulah alasan pertama mengapa Allah Swt. bersumpah dengan usia Rasulullah Saw.

Kedua, usia Rasulullah Saw. yang singkat itu tidak henti-hentinya diisi dengan aneka macam kebaikan atau amal saleh. Sampai beliau bersabda, “Kalau aku tertidur, mataku tertutup, tetapi hatiku tidak.” Artinya, dalam tidur pun, Rasulullah Saw. tidak henti-hentinya berzikir kepada Allah Swt. Inilah orang yang setiap tarikan napasnya dan setiap gumam bibirnya menggetarkan nama-nama Al-Khaliq. Kita juga tahu bahwa pada usia “produktif” Rasulullah Saw., sampai usia 50 tahun, beliau hanya memiliki seorang istri saja. Baru setelah melewati usia 50 tahun, setelah Khadijah meninggal, sebagaimana kita ketahui dari berbagai riwayat, menikah lagi dengan istri-istri yang lain.

Menurut Al-Quran juga, usia Rasulullah itu lebih banyak dipenuhi dengan penderitaan. Kalau dihitung dengan usia manusia, ketika beliau menjadi pemimpin negara, para sahabatnya sendiri tidak henti-hentinya menyakiti hati Nabi Saw. Ketika beliau berada dalam keadaan lemah, orang-orang yang memusuhinya dengan semena-mena menyakiti hati dan fisiknya. Be gitu pula setelah beliau memiliki sahabat yang banyak, ada se- bagian sahabat yang tidak henti-hentinya menyakiti hati Nabi Saw. sebagaimana digambarkan dalam Surah At-Taubah. Ketika itu, beberapa orang sahabat membicarakan Nabi Saw. di belakang, hingga turun wahyu yang menegur kelakuan para sahabat itu.

Ketika saya mendiskusikan buku Psikologi Agama, yang bertepatan dengan milad saya, saya agak heran ketika ada salah seorang ibu yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya dengan doa. Doanya sih tidak seperti biasa, misalnya, “Semoga panjang umur, penuh berkah…,” tetapi ia mengatakan, “Saya doakan semoga Pak Jalal tetap bisa bersabar.” Doa ini mengingatkan kita akan penderitaan.

Kehidupan Rasulullah Saw. adalah kehidupan yang di penuhi penderitaan sampai Allah Swt. menganjurkan kepada Nabi untuk bersabar. “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul (Ulul Azmi) telah bersabar…” (QS. Al-Ahqaf [46]: 35). Rasulullah Saw. sendiri adalah bagian dari para Nabi Ulul Azmi.

Karena itulah, usia Nabi Saw. yang pendek itu dipenuhi dengan penderitaan dan beliau mampu bersabar menerima penderitaan itu dengan kesabaran Ulul Azmi di antara para Rasul. Itulah sebabnya Allah Swt. bersumpah dengan usia Nabi Saw.

Kata umur-dalam kata umur-nya saja-dalam Al-Quran disebut empat kali. Kata umur itu berasal dari kata “amara” yang artinya memakmurkan, meramaikan, atau mengisi sesuatu. Kata makmur dalam bahasa Indonesia itu juga berasal dari kata ‘amara.

Jadi, Allah Swt. pernah bersumpah dengan umur Rasulullah Saw. Dalam Surah An-Nahl ayat 70, Allah mengingatkan kita akan suatu masa dalam hidup lingkup usia ketika manusia dikembalikan kepada usia yang serendah-rendahnya, seperti dikembalikan pada usia kanak-kanak. “Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”

Mestinya, ayat ini dibacakan pada setiap peringatan ulang tahun. Tetapi anehnya, orang selalu berdoa agar dipanjangkan usianya. Bagaimana kalau nanti dipanjangkan illa ardzalil umur, kepada umur yang paling rendah. Dijadikannya ia seperti kanak-kanak lagi, tidak tahu atau lupa akan segala hal yang pernah diketahuinya.

Saya teringat pada salah seorang ilmuwan Indonesia yang jatuh sakit, dan ia kehilangan sebagian besar memorinya. Sekarang kalau ketemu saya ia menangis karena sudah banyak ayat-ayat Al-Quran yang sudah ia hapal, hilang begitu saja. Apalagi ilmu-ilmu lainnya. bukan saja kehilangan memorinya, kalau orang sudah sangat tua, seluruh ingatannya sering bercampur. Artinya, masa lalu dengan masa sekarang hadir bersamaan.

Dulu di rumah pernah tinggal bibi saya yang sangat tua. Kami pelihara baik-baik karena saya mau melatih istri saya berkhidmat dengan pengkhidmatan yang tulus kepada siapa pun. Berkhidmat kepada orangtua seperi bibi saya itu adalah pengkhidmatan yang sangat tulus, betul-betul pengkhidmatan yang tidak bersyarat. Karena berkhidmat kepada orangtua seperti itu sama dengan berkhidmat kepada anak kecil. Hampir tidak ada manfaatnya. Kerjanya hanya mengganggu dan membebani. Bagi saya hadirnya beliau menjadi sarana latihan untuk berkhidmat, selain sebagai subjek eksperimen, untuk mengetahui bagaimana manusia bisa kehilangan ingatannya, bisa bercampur antara masa lalunya dengan masa sekarang yang ia alami. Misalnya, dia tiba-tiba melaporkan, bahwa tadi suaminya datang ke rumah, lalu ngobrol bersamanya. Kadang-kadang ia menceritakan bahwa barusan ada tentara Belanda yang datang ke situ. Dalam memorinya tersimpan peristiwa dengan orang-orang Belanda. Error memorinya sudah sangat luar biasa, karena antara satu file dengan file lainnya sudah bercampur baur. Tanpa digabungkan, file itu sudah saling bertumpang tindih. Intinya, ia sudah tidak mengetahui apa pun.

Akan tetapi, ada orang yang sampai akhir hayatnya di- selamatkan Allah dari ardzalil umur, dan itulah umur yang sangat menakjubkan. Di antara umur yang sangat menakjubkan adalah umurnya Rasulullah Saw. Karena itu, ada satu doa yang sering diajarkan para imam, yaitu, “Ya Allah, jadikanlah rezekiku yang paling luas pada akhir hayatku.” Maksud rezeki di sini bisa ilmu dan juga bisa harta. Di dalam Islam ilmu juga dikatakan sebagai rezeki. Memahami ilmu itu disebut rezeki. “Warzuqni fahman”. Saya pun memohon kepada Allah Swt. di antara doa-doa saya yang luas dan Allah berikan keluasan itu pada akhir usia saya.

Banyak orang yang pada usia tuanya menghasilkan karya-karya besar (masterpiece). Mereka dikenal justru pada masa tuanya. Imam Khomeini misalnya, pada usia 90 tahun beliau masih sangat produktif dan mampu memimpin sebuah revolusi besar. Kualitas otaknya masih sangat jernih, bahkan lebih jernih dibandingkan orang yang usianya belasan tahun.

Ayat kedua dalam Al-Quran yang berbicara tentang umur terdapat dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 44. Allah Swt. berfirman, “Sebenarnya, Kami telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan (hidup di dunia) hingga panjanglah umur mereka. Maka apakah mereka tidak melihat bahawasanya Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya. Maka apakah mereka yang menang?”

Allah Swt. mengungkapkan tentang orang-orang yang ditangguhkan ajalnya di dunia ini. Usianya dipanjangkan agar ketika ia kembali kepada Allah, ia hanya membawa tumpukan dosa dan kemaksiatan yang terus menerus ia lakukan. Allah tangguhkan ajal mereka sehingga usia mereka panjang. Jadi, orang-orang yang dikaruniai umur yang panjang, jangan dulu berbangga diri. Boleh jadi, panjangnya usia adalah penangguhan dari Allah Swt. Dia benci jika harus menerimanya terlalu cepat.

Allah bercerita tentang orang-orang yang dipanjangkan usianya, tetapi perpanjangan usia itu digunakan untuk berfoya-foya, untuk tenggelam dalam kenikmatan duniawi. Sebagai salah satu contoh bahwa orang-orang kafir itu dikutuk dalam Al-Quran. Mereka itu biasanya menolak kebenaran. Semakin panjang usianya, semakin keras hatinya, dan semakin berkepala batu untuk menerima cahaya kebenaran. Orang seperti itu biasanya dipanjangkan usianya. Dalam Surah Al-Qashash ayat 45, Allah Swt. mengungkapkan kisah generasi-generasi sebelumnya yang dipanjangkan usianya, dan Allah memberikan tangguh kepada mereka yang melakukan kemaksiatan.

Masih tentang umur Rasulullah Saw. Dalam Surah Yunus ayat 16, di situ direkam percakapan antara Rasulullah Saw. sebagai argumentasi terhadap orang-orang kafir yang tidak memercayai ajaran beliau. Rasulullah berkata kepada orang-orang kafir itu- yang ketika mendengar ayat-ayat Al-Quran mereka berpaling dan tidak memercayai Nabi Saw., “Sesungguhnya, aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya?”

Maksudnya, Rasulullah telah tinggal bersama mereka, menghabiskan umurnya bersama mereka, dan mereka pun menyaksikan setiap gerak-gerik, akhlak, dan karakteristik Rasulullah Saw., tetapi mereka tetap tidak memercayai beliau. Memang, ada banyak orang seperti itu. Ajaibnya, mereka bisa bergaul dengan seseorang selama puluhan tahun, tapi tiba-tiba tidak percaya kepada orang yang sangat dikenalnya itu, dan lebih percaya kepada orang yang baru bergaul setahun atau be- berapa bulan saja. Karena itu, di dalam argumentasinya beliau mengajak orang-orang semacam itu untuk berpikir normal.

Kemudian, ayat terakhir yang berbicara tentang umur adalah Surah Al-Fathir ayat 11. Allah Swt. berfirman, “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauhul Mahfudz). Sesungguhnya, yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.”

Hadits-Hadits tentang Umur

Dari ayat-ayat tentang umur, saya ingin masuk kepada beberapa hadits tentang usia dari Nabi Saw. Beliau bersabda, “Jadikanlah kamu ini orang yang sangat bakhil dengan umur kamu ini, lebih bakhil dari dirham dan uang kamu, dan dinar kamu,” (Biharul Anwar, 77:76).

Maksud Nabi, berhematlah dengan waktu kita ini, jangan sampai ia dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Seperti halnya kita punya uang, jangan dihamburkan begitu saja. Lebih baik dihemat dan dipakai untuk hal yang benar-benar bermanfaat saja. Maka, kamu pun harus lebih hemat dengan usia kamu, sabda Rasulullah, ketimbang dengan dirham atau dinar kamu. Jadi, kalau kita memiliki waktu, hemat dan hitung-htiunganlah dengan waktu itu. Kalau sekiranya ada kegiatan yang tidak bermanfaat, tinggalkan saja. Kita harus lebih menyesali kehilangan umur daripada kehilangan uang.

Rasulullah Saw. pun bersabda, “Barangsiapa yang berbuat baik pada sisa umurnya, ia tidak akan disiksa dengan dosa-dosanya yang lalu.” Kita masih punya umur ̶ dan ini sisanya ̶ isilah dengan kebaikan agar Allah menghapuskan dosa-dosa yang telah kita lakukan pada waktu dulu.

Hadits selanjutnya, “Akan tetapi, barangsiapa yang mengisi sisa umurnya itu dengan berbuat buruk, ia akan disiksa Allah dengan dosanya yang telah lalu dan dosanya yang kemudian,” (Biharul Anwar, 77: 113).

Hadits berikutnya, “Barangsiapa yang usianya melampaui 40 tahun, tetapi kebaikannya tidak lebih banyak dari keburukannya, hendaklah ia bersiap-siap untuk memasuki neraka,” (Miskâtul Anwar 169).

Hadits Nabi Saw. berkenaan dengan orang yang ingin dipanjangkan usianya, yang ingin panjang umur. Sekiranya ada orang yang ingin panjang umur, kata Rasulullah Saw., “Perbanyaklah oleh kamu bersuci, nanti Allah panjangkan usia kamu,” (Biharul Anwar, 64: 396).

Maksudnya, kalau kita rajin memelihara wudhu, setiap kali masuk ke jamban (kamar mandi), lalu keluar dalam keadaan punya wudhu, atau kita senantiasa bersuci walaupun tidak shalat, sehingga bersuci menjadi kebiasaan, Allah Swt. akan memanjangkan umur kita. Makna memanjangkan atau menambah jatah usia yang dimaksud adalah menambah usia yang tidak illa ardzalil umur. Menambah usia maksudnya menambah usia yang produktif seperti halnya Imam Khomeini. Jadi, kalau kita ingin panjang umur dengan diisi amal saleh, maka perbanyaklah bersuci.

Hadits berikutnya, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan diluaskan rezekinya, siapa yang ingin berbahagia karena dibanyakkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia sering menyambungkan persaudaraan,” (Biharul Anwar, 74: 89).

Memelihara persaudaraan itu disebutkan dalam kitab-kitab. Yang dimaksud dengan silaturahmi itu bukan hanya ngumpul-ngumpul dalam arisan. Di radio ada seorang bapak sambil menangis bercerita, “Karena kesibukan, saya tidak bisa lagi bersilaturahmi, saya tidak bisa lagi arisan dengan keluarga saya.” Lalu, saya bilang bahwa yang namanya silaturahmi itu bukan arisan, yang dimaksud dengan silaturahmi itu adalah, misalnya, saling membantu. Bagi saya, buat apa arisan setiap waktu, tapi dalam setiap arisan itu kita malah memutuskan silaturahmi, yaitu dengan mempergunjingkan orang lain, menyebarkan gosip. Itu bukan kegiatan silaturahmi, tetapi kegiatan memutuskan silaturahmi. Bahkan, lebih baik kita tidak bertatap muka tetapi kirimannya senantiasa datang setiap bulan. Itulah silaturahmi yang sebenarnya. Itulah yang akan memanjangkan usia Anda.

Jadi, silaturahmi yang akan memanjangkan umur adalah silaturahmi yang dilakukan dengan berbuat ihsan, dengan berbuat baik, dengan berkhidmat kepada sesama manusia. Ciri kedua adalah silaturahmi yang bertujuan untuk memelihara hubungan cinta di antara kita, yaitu dengan berusaha menyembunyikan aib saudara kita, menyembunyikan kekurangannya, dan menyebarkan kebaikannya sebagaimana akhlak Allah Swt.

Mafhum mukhalafah dari hadits-hadits ini adalah dan disebutkan juga oleh Imam Ali, “Kalau kamu ingin disempitkan rezeki dan dipendekkan usia, maka sering-seringlah kamu memutuskan silaturahmi.” Yaitu, sebagaimana disebutkan tadi, menggunjingkan orang lain, memfitnah, menyebarkan gosip, dan hal-hal buruk lainnya. Semua perbuatan itu, insya Allah, dapat memperpendek usia.

Dalam hadits Nabi Saw. lainnya, disebutkan pula bahwa kalau kita suka menggunjingkan, menjelekkan, dan menyebarkan aib orang lain, maka setiap amal saleh yang pernah kita lakukan akan dipindahkan kepada orang yang kita gunjingkan tersebut. Dosa orang yang kita gunjingkan akan dipindahkan kepada kita.

Sebagai yang terakhir adalah ucapan Imam Ali, “Man ahabbal baqa falyu’idda lil mashaib qalban shabûrên. Siapa yang ingin hidup lama, hendaklah ia siapkan untuk menghadapi musibah-hati yang penuh kesabaran.” JR wa mā taufīqī illā billāh, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb

Allâhumma shalli ‘alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ’atahum

***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *